Perizinan Usaha Fintech Peer-to-Peer Lending

Pergerakan start up di Indonesia terus mengalami perkembangan yang pesat. Jenis start-up dibedakan menjadi dua, yaitu e-commerce dan Financial Technology (FinTech). E-commerce merupakan perusahaan yang menyediakan platform jual beli online, sementara istilah FinTech lebih berpusat pada perusahaan yang melakukan inovasi di bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi modern. E-commerce dengan FinTech itu saling bersinergi satu sama lain, di mana e-commerce sebagai platform jual belinya, sementara kehadiran FinTech adalah untuk membantu proses dari jual beli tersebut agar dapat bisa diterima oleh masyarakat luas.

Salah satu jenis FinTech yang sedang berkembang di Indonesia adalah Fintech Lending atau disebut juga Fintech Peer-to-Peer Lending (Lending) atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) adalah salah satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung. Mekanisme transaksi pinjam meminjam dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara Fintech Lending, baik melalui aplikasi maupun laman website.

 FinTech ini membantu masyarakat yang membutuhkan akses keuangan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan FinTech ini, konsumen dapat meminjam uang dengan lebih mudah untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup tanpa harus melalui proses berbelit-belit. 

P2P lending service ini dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/ badan hukum Indonesia maupun dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/ badan hukum Indonesia Bersama-sama dengan warga negara asing dan/ badan hukum asing. Kepemilikan warga negara asing dilarang melebihi 85% dari modal yang disetor penyelenggara dan itupun hanya dapat dilakukan melalui transaksi di bursa efek. Namun Batasan kepemilikan asing tersebut tidak berlaku bagi penyelengara yang merupakan Perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek.

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 /POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, untuk memulai bisnis P2P ini, penyelenggara harus memiliki modal paling sedikit sebesar Rp. 25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah) dan wajib menetapkan minimal 1 (satu) PSP (Pemegang Saham Pengendali), apabila belum ada, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berwenang menetapkan PSP untuk penyelengara tersebut. Setelah itu, penyelengara mengajukan permohonan izin usaha kepada OJK dengan melampirkan dokumen paling sedikit sebagai berikut:

  1. Salinan akta pendirian badan hukum disertai dengan bukti pengesahan oleh instansi yang berwenang;
  2. Salinan akta perubahan anggaran dasar disertai dengan bukti persetujuan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang, jika ada;
  3. Daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham sampai dengan pemegang saham terakhir dan/atau pemilik manfaat dan daftar perusahaan lain yang dimiliki oleh pemegang saham;
  4. Data pemegang saham;
  5. Fotokopi surat pemberitahuan pajak tahunan 2 (dua) tahun terakhir sebelum dilakukannya penyertaan modal bagi calon pemegang saham orang perseorangan;
  6. Dokumen lain yang menunjukkan kemampuan keuangan serta sumber dana bagi calon pemegang saham orang perseorangan;
  7. Fotokopi bukti pelunasan modal disetor;
  8. Dokumen yang membuktikan bahwa modal disetor tidak berasal dari pinjaman;
  9. Data anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
  10. Bukti sertifikat kompetensi kerja dari lembaga sertifikasi profesi di bidang teknologi finansial yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan untuk Direksi dan Dewan Komisaris;
  11. Bukti kesiapan operasional yang mendukung kegiatan usaha;
  12. Studi kelayakan usaha untuk 3 (tiga) tahun pertama
  13. Tambahan dokumen bagi Penyelenggara berdasarkan Prinsip Syariah;
  14. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, jika terdapat penyertaan langsung oleh badan hukum asing yang memiliki otoritas pengawas di negara asalnya; dan
  15. Bukti pelunasan pembayaran biaya perizinan dalam rangka pemberian izin usaha.

Setelah tahapan administrasi tersebut terpenuhi, penyelenggara melakukan pemaparan model bisnis dan Sistem Elektronik kepada Otoritas Jasa Keuangan, dan OJK dapat melakukan peninjauan ke kantor Penyelenggara untuk memastikan kesiapan operasional, baik dilakukan langsung oleh OJK maupun oleh pihak lain yang ditunjuk OJK.

Apabila terjadi kekurangan dokumen atau perbaikan model bisnis dan/atau Sistem Elektronik, maka harus dipenuhi paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen atau surat perbaikan model bisnis dan/atau Sistem Elektronik yang disampaikan OJK, apabila tidak dipenuhi maka calon Penyelenggara dianggap membatalkan permohonan izin usaha. Namun tidak diuraikan lebih lanjut bagaimanakah jika calon penyelengara dianggap membatalkan karena tidak dipenuhinya syarat administrasi, apakah calon penyelenggara tersebut bisa mengajukan izin usaha kembali kepada OJK.

  1. Setelah mendapat ijin usaha dari OJK, penyelengara wajib mengajukan permohonan pendaftaran sebagai penyelenggara Sistem Elektronik kepada instansi yang berwenang paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal diterbitkannya izin usaha dari OJK, yang ditembuskan kepada OJK
  2. Setelah terdaftar sebagai penyelenggara Sistem Elektronik paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal surat tanda terdaftar sebagai penyelenggara Sistem Elektronik, penyelengara wajib menyampaikan salinan tanda terdaftar kepada OJK.
  3. Dan sejak terdaftar sebagai penyelenggara Sistem Elektronik dari instansi berwenang, penyelengara wajib melakukan pendanaan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender.

Bagaimana jika dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sejak diterbitkannya izin usaha dari OJK, penyelegara tidak mendapatkan tanda terdaftar sebagai penyelenggara Sistem Elektronik? Apabila dalam jangka waktu tersebut penyelegara gagal mendapatkan tanda terdaftar sebagai penyelenggara Sistem Elektronik, sesuai denganPasal 8 ayat (7) huruf b, maka OJK membatalkan izin usaha yang telah diterbitkan bagi Penyelenggara tersebut

 

Ditulis oleh

Astrid Rita Anggreni, partner Mapy and Associates