Peraturan Tentang Ketenagakerjaan Setelah Perpu Cipta Kerja

Dalam suatu Perusahaan tidak terlepas dari peraturan tentang ketenagakerjaan, peraturan tentang ketenagakerjaan di Indonesia sendiri terakhir diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang selanjutnya kita sebut Perppu Cipta Kerja, tentang pencabutan UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, namun peraturan pelaksanaan dari UU No 11 Tahun 2020 tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perpu itu sendiri. Sebagai contoh peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang tetap berlaku adalah PP No 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan TKA; PP No 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK; dan PP No 36 tentang Pengupahan.

Selain itu, Perpu No 2 Tahun 2022 tidak mencabut dan membatalkan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, melainkan hanya merevisi beberapa pasal. Jadi, pasal-pasal yang tidak diubah atau dihapus di UU Ketenagakerjaan masih tetap berlaku.

Hal-hal yang diperbaharui dalam Omnibus Law atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, adalah sebagai berikut:

1. Tentang Pengupahan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja, yang sekaligus mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015, menyatakan bahwa Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk itu, pemerintah pusat menetapkan kebijakan pengupahan yang meliputi:

  1. upah minimum;
  2. struktur dan skala upah; Sesuai Perpu Cipta Kerja No.2 Tahun 2022, ketentuan Pasal 92 UU ayat (2) Ketenagakerjaan struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih. Setelah itu, peninjauan upah dilakukan oleh pengusaha secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas
  3. upah kerja lembur;
  4. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
  5. bentuk dan cara pembayaran upah;
  6. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
  7. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Untuk pembayaran upah terhadap pekerja/ buruh, ketika pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, maka upah tidak perlu dibayar. Dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, diatur untuk melaksanakan pembayaran upah yang harus tetap dibayarkan yaitu jika:

  1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
  3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
  4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
  5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
  7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
  8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
  9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Sedangkan Perhitungan Upah Pokok dilakukan jika komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok minimal sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Namun selain hak para Pekerja/buruh atas pengupahan, pekerja/ buruh dapat dikenai denda jika melakukan pelanggaran kesengajaan atau kelalaiannya. Sebaliknya, jika pengusaha terlambat membayar upah, dapat pula dikenai denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Pengenaan denda dalam pembayaran upah tersebut diatur oleh Pemerintah, dalam peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa jika perusahaan pailit atau dibekukan karena peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh dianggap sebagai utang yang pelunasannya harus diprioritaskan.

Selain upah, para pekerja/ buruh berhak mendapatkan tunjangan hari raya yang diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. 

  1. Masa kerja antara 1 (satu) bulan dan< 12 bulan secara terus menerus besaran THR adalah Masa Kerja dikalikan dengan Upah 1 (satu) bulan dibagi 12 (dua belas)
  2. Masa kerja lebih dari 12 bulan secara terus menerus besaran THR adalah 1 (satu) bulan upah

Upah yang digunakan sebagai basis perhitungan THR dapat berbeda-beda sesuai dengan kebijakan perusahaan. Bisa hanya gaji pokok atau gaji pokok dan tunjangan tetap. Sedangkan THR hanya dapat diberikan dalam bentuk uang rupiah. Dan pemberian THR oleh perusahaan kepada pekerja wajib dilakukan selambat-lambatnya 7 hari atau seminggu sebelum Hari Raya Keagamaan berlangsung. Perlu diingat THR ini dikenakan PPh 21 bagi pekerja yang mendapatkan THR di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.
Jika pekerja mendapatkan THR kurang dari Rp 4,5 juta, maka pekerja tersebut tidak dikenakan PPh 21 THR. Sedangkan untuk pekerja yang mengundurkan diri  untuk  Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Tetap) berhak mendapatkan THR jika pemutusan hubungan kerja terjadi 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Sedangkan bagi Pekerja Kontrak Waktu Tidak Tertentu (PKWT/Kontrak) tidak berhak atas aturan tersebut. Apabila Perusahaan tidak mengindahkan peraturan tersebut, maka Perusahaan akan dikenakan saksi denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan.

2. Jam kerja

Selain tentang upah,  Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur jam kerja bagi pekerja di sektor swasta, sedangkan  jam kerja itu sendiri adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Untuk pengaturan mulai dan berakhirnya waktu jam kerja diatur sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 1 mewajibkan setiap perusahaan untuk mengikuti ketentuan jam kerja yang telah diatur dalam 2 sistem yaitu:

  1. 6 (enam) hari kerja 7 (tujuh) jam sehari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu
  2. 5 (lima) hari kerja 8 (delapan) jam sehari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu

Apabila jam kerja dalam perusahaan melebihi ketentuan tersebut, maka waktu kerja yang melebihi ketentuan, maka pekerja berhak atas upah lembur.

3. Status Karyawan

Mengenai status karyawan berdasarkan Bab IV Ketenagakerjaan poin 12 hingga 16 UU Cipta Kerja, status karyawan didasarkan pada kontrak kerja atau perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu, yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban pekerja dan Perusahaan, yaitu:

  1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
    Ketentuan mengenai sifat dan jenis kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan PKWT tidak disebutkan di Perpu Cipta Kerja, melainkan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 35/2021. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyakan bahwa jangka waktu PKWT paling lama menjadi 5 tahun, termasuk perpanjangan kontrak dan tidak ada masa percobaan kerja (probation). Hubungan kerja tersebut akan berakhir pada saat selesainya jangka waktu kontrak atau selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.
  2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
    Pada PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, apabila lebih dari 3 bulan, maka berdasarkan aturan hukum, sejak bulan keempat, pekerja dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT).
    Selain status pekerja berdasarkan waktu berakhirnya hubungan kerja, ada juga pekerja harian lepas (freelancer) dan pekerja alih-daya (outsourcing). Pada dasarnya, mereka termasuk pekerja PKWT, namun agak berbeda dengan PKWT secara umum.

    1. Pekerja Harian Lepas (Freelancer)
      Pekerja harian lepas diatur dalam Pasal 10 PP No 35 Tahun 2021. Perjanjian kerja harian lepas merupakan PKWT yang dilaksanakan untuk pekerjaan tertentu yang jenis dan sifat atau kegiatannya tidak tetap, berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan, serta pembayaran upah pekerja didasarkan pada kehadiran.
      Perjanjian ini harus memenuhi ketentuan bahwa pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Apabila pekerja bekerja 21 hari atau lebih dalam 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, maka hubungan kerja demi hukum berubah menjadi PKWTT dan status pekerja harian lepas berubah menjadi karyawan tetap.
    2. Pekerja Alih Daya (Outsourcing)
      Berdasarkan UU Cipta Kerja poin 20 tentang perubahan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan serta PP No 35 Tahun 2021, Pekerja outsourcing adalah pekerja yang tidak direkrut secara langsung, melainkan disediakan oleh pihak ketiga atau perusahaan penyedia tenaga kerja (alih daya) berdasarkan kebutuhan penggunaan tenaga kerja untuk waktu tertentu. Pekerja outsourcing merupakan karyawan dari perusahaan alih daya yang merekrut mereka. Dalam Perpu Cipta Kerja terbaru, ketentuan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan diubah, yaitu menjadi:

      1. Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
      2. Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
      3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah

Selain upah hak pekerja /buruh yang lain adalah cuti. Berdasarkan Undang-undang no. 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2), pekerja yang telah bekerja minimal selama 12 bulan atau 1 (satu) tahun berturut-turut berhak untuk mendapatkan cuti sekurang-kurangnya 12 hari. Namun, perusahaan dapat menyesuaikan ketentuan cuti pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati oleh perusahaan dan pekerja.

Bagaimana apabila pekerja/ buruh sakit? Apakah akan mengambil jatah cuti pekerja/ buruh? Apabila karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya dikarenakan sakit, pengusaha tetap wajib membayar upah/gajinya. Di Indonesia tidak terdapat waktu maksimal karyawan diberikan izin sakit. Karyawan yang tidak masuk kerja karena sakit selama 2 hari berturut-turut atau lebih harus menyertakan surat keterangan sakit dari dokter, namun tanpa keterangan resmi tersebut karyawan akan dianggap mangkir dan diperhitungkan sebagai cuti tahunan.

Apabila sakit yang diderita karyawan cukup parah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk kembali bekerja, akan dilakukan penyesuaian terhadap upah yang diterimanya, sebagai berikut:

  • Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah,
  • Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah,
  • Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah,
  • Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

4. Upah Kerja Lembur

Pengusaha wajib membayar upah kerja lembur jika mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan Undang-Undang, dengan syarat berikut:

  1. ada perintah dari pengusaha dan persetujuan dari pekerja bersangkutan secara tertulis dan/atau melalui media digital;
  2. maksimal waktu lembur 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu, tidak termasuk lembur pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

Upah kerja lembur dihitung menggunakan upah sejam yang didasarkan pada upah bulanan. Upah sejam yaitu 1/173 (satu per serratus tujuh puluh tiga) kali upah sebulan (gaji pokok dan tunjangan tetap). Dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka:
    1. upah 1 jam pertama dibayar 1.5 kali upah sejam;
    2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya dibayar 2 kali upah sejam.
  2. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur resmi untuk waktu 5 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:
    1. untuk 8 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
    2.  upah jam ke-9 dibayar 3 kali upah sejam;
    3. untuk jam ke-10, ke-11, dan ke-12, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.
  3. Apabila kerja lembur dilakukan pada libur akhir pekan atau hari libur resmi untuk waktu 6 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka:
    1. untuk 7 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
    2. upah jam ke-8 dibayar 3 kali upah sejam;
    3. untuk jam ke-9, ke-10, dan ke-11, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.
  4. Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek
    1. untuk 5 jam pertama, upah setiap jam dibayar 2 kali upah sejam;
    2. upah jam ke-6 dibayar 3 kali upah sejam;
    3. untuk jam ke-7, ke-8, dan ke-9, upah setiap jam dibayar 4 kali upah sejam.

5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

PHK ini dapat dilakukan dikarenakan alasan-alasan tertentu dan dilarang apabila dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang. Pengusaha wajib merundingkan perihal PHK dengan serikat pekerja atau dengan pekerja, apabila perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan maka PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pengadilan hubungan industrial.

Dalam PHK ini, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 serta dalam kesepakatan yang ada pada Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan. Apabila PHK tersebut dikarenakan pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang tertera dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama, pengusaha dapat melakukan PHK setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.

Untuk meminta pendampingan tentang aturan ketenagakerjaan tersebut, hubungi kami.

 

Ditulis oleh:

Mapy and Associates